UNICEF 1 dari 3 Anak di Dunia Terdampak Krisis Iklim Ekstrem

Jakarta, CNN Indonesia --

Badan Anak Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNICEF) memperkirakan 850 juta atau 1 dari 3 anak di seluruh dunia terkena dampak krisis iklim ekstrem.

Berdasarkan hasil analisis yang dirilis hari ini, Jumat (20/8), UNICEF mengungkap bahwa anak-anak dengan risiko itu umumnya tinggal di daerah yang mengalami setidaknya empat bencana iklim dan lingkungan secara tumpang tindih.

Bencana-bencana alam akibat perubahan iklim ekstrem itu ada berbagai macam, mulai dari gelombang panas, banjir, polusi, hingga kekurangan air bersih.


Sementara itu, 330 juta atau 1 dari 7 anak di seluruh dunia lainnya juga berisiko terkena dampak krisis iklim. Mereka biasanya tinggal di daerah yang terkena setidaknya lima bencana iklim besar.

Menurut UNICEF hampir setiap anak di seluruh dunia berisiko setidaknya satu dari bahaya iklim dan lingkungan ini.

Berdasarkan data mereka, negara-negara yang terkena dampak terburuk biasanya mengalami guncangan ganda dan sering tumpang tindih, mengancam kemajuan pembangunan dan memperburuk kondisi anak.

Kaum muda yang paling terdampak perubahan iklim adalah mereka yang tinggal di Republik Afrika Tengah, Chad, Nigeria, Guinea, dan Guinea-Bissau.

Perubahan iklim itu mengancam kesehatan, pendidikan, perlindungan, serta menyebabkan penyakit mematikan bagi mereka.

Perubahan iklim dan dampaknya terhadap anak ini tercantum dalam laporan UNICEF yang berjudul "Krisis Iklim Adalah Krisis Hak Anak: Memperkenalkan Indeks Risiko Iklim Anak-anak.' Laporan ini dinilai sangat komprehensif dan menggunakan sudut pandang anak.

"Untuk pertama kalinya, kami memiliki gambaran lengkap mengenai di mana dan bagaimana anak-anak rentan terhadap perubahan iklim, dan gambaran itu hampir tidak terbayangkan mengerikannya," kata Direktur Eksekutif UNICEF, Henrietta Fore, dalam pernyataan resminya.

"Guncangan iklim dan lingkungan merusak spektrum lengkap hak anak, mulai dari akses ke udara bersih, makanan, dan air bersih; atas pendidikan, perumahan, kebebasan dari eksploitasi, dan bahkan hak mereka untuk bertahan hidup. Hampir tidak ada kehidupan anak yang tidak terpengaruh."

Laporan tersebut juga menemukan sekitar 1 miliar dari total 2,2 miliar anak di dunia, tinggal di salah satu dari 33 negara yang diklasifikasikan sebagai "risiko sangat tinggi."

Anak-anak itu menghadapi kombinasi mematikan dari paparan berbagai guncangan iklim dan lingkungan karena layanan vital yang tidak memadai, seperti air dan sanitasi, perawatan kesehatan, dan pendidikan.

Temuan tersebut mencerminkan jumlah anak-anak yang terkena dampak saat ini. Angka itu kemungkinan akan bertambah seiring dengan semakin cepat dampak perubahan iklim.

Selama tiga tahun, kata Fore, anak-anak telah menyuarakan soal perubahan iklim dan menuntut agar dunia melakukan tindakan.

UNICEF mendukung seruan mereka untuk perubahan dengan pesan yang tak terbantahkan, "krisis iklim adalah krisis hak anak."

"Gerakan aktivis iklim muda akan terus meningkat, terus tumbuh, dan terus berjuang untuk hal yang benar karena kita tidak punya pilihan lain," kata anak-anak yang fokus dengan perubahan iklim.

Mereka yakni Farzana Faruk Jhumu dari Bangladesh, Eric Njuguna dari Kenya, Adriana Calderon dari Meksiko, dan Greta Thunberg dari Swedia yang juga menulis kata pengantar di Fridays for Future.

"Kita harus mengakui di mana kita berdiri, memperlakukan perubahan iklim seperti krisis, dan bertindak dengan urgensi yang diperlukan untuk memastikan anak-anak saat ini mewarisi planet yang layak huni," tulis mereka.

Berdasarkan Indeks Risiko Iklim Anak (CCRI), 240 juta anak sangat rentan terhadap banjir pesisir; 330 juta anak sangat rentan terhadap banjir sungai; 400 juta anak sangat terpapar angin topan.

Adapun 600 juta anak sangat terpapar penyakit yang ditularkan melalui patogen dan parasit pada populasi manusia; 815 juta anak sangat terpapar polusi timbal; 820 juta anak sangat terpapar gelombang panas; 920 juta anak sangat rentan terhadap kelangkaan air.

Sementara itu, 1 miliar anak sangat terpapar polusi udara kotor yang tergolong kategori sangat tinggi.

[Gambas:Video CNN]

Laporan tersebut juga mengungkapkan dampak emisi gas rumah kaca yang merusak lingkungan hingga berdampak pada anak-anak.

Namun, negara yang berisiko sangat tinggi justru hanya mengeluarkan total 9 persen dari emisi CO2 global. Sebaliknya, dari 10 negara penyumbang hampir 70 persen emisi global, hanya satu yang diberi peringkat 'sangat berisiko' dalam indeks itu.

"Perubahan iklim sangat tidak adil. Meskipun tidak ada anak yang bertanggung jawab atas kenaikan suhu global, mereka akan membayar mahal. Anak-anak dari negara yang paling tidak bertanggung jawab akan paling menderita," kata Fore.

"Tapi masih ada waktu untuk bertindak. Meningkatkan akses anak-anak ke layanan penting, seperti air dan sanitasi, kesehatan, dan pendidikan, dapat secara signifikan meningkatkan kemampuan mereka untuk bertahan dari bahaya iklim ini."

UNICEF mendesak pemerintah, perusahaan dan pihak terkait untuk mendengarkan anak-anak dan memprioritaskan tindakan yang melindungi mereka dari dampak perubahan iklim, sembari mempercepat pekerjaan mengurangi emisi gas rumah kaca.

(isa/has)

0 Response to "UNICEF 1 dari 3 Anak di Dunia Terdampak Krisis Iklim Ekstrem"

Post a Comment