Bupati Solok Epyardi Asda Dulu Banyak yang Menolak Vaksin Sekarang Sudah Antre

Suara.com - Program vaksinasi Covid-19 terus digalakkan di berbagai daerah demi meningkatkan jumlah warga yang sudah divaksin dalam rangka mencapai herd immunity terhadap pandemi Covid-19. Meski begitu, sebagian daerah masih cenderung kesulitan untuk memperbanyak jumlah vaksinasi, baik karena faktor warganya yang masih belum sepenuhnya sadar atau mau divaksin, maupun karena masalah ketersediaan vaksin yang terbatas.

Salah satu daerah yang termasuk terus berusaha untuk meningkatkan angka vaksinasi pada warganya itu adalah Kabupaten Solok di Sumatera Barat. Pihak Pemerintah Kabupaten atau Pemkab Solok mengaku bahwa dari sisi masyarakat sebenarnya kesadaran dan kemauan untuk vaksinasi sudah tinggi, namun masalahnya adalah ketersediaan vaksin.

Belum lama ini, Suara.com sempat berbincang-bincang secara virtual dengan Bupati Solok H. Epyardi Asda, M.Mar, terkait hal itu dan masalah Covid-19 pada umumnya. Berikut petikan wawancara khusus dengan pria kelahiran 11 Maret 1962 yang dulu pernah bekerja sebagai kapten kapal hingga menjadi anggota dewan tersebut, yang ditulis ulang dalam format tanya-jawab:

Jumlah vaksinasi di Kabupaten Solok, Sumatera Barat, dikabarkan rendah. Strategi apa yang Bapak Bupati lakukan agar cakupan vaksinasi lebih banyak?

Baca Juga: Plt Gubernur Sulsel, Andi Sudirman Sulaiman: Hadapi Covid Tak Perlu Lagi Panik

Saya berikan sanksi yang sangat berat. Teguran ketiga akan saya turunkan pangkat atau dipindah ke tempat yang tidak layak. Semua (ASN) ikut. Untuk ASN vaksinasi sudah 100 persen. Tenaga kesehatan sedang mau vaksin ketiga.

Untuk masyarakat saya perintahkan untuk disosialisasikan vaksin, karena sehat dan aman. Corona adalah wabah (yang) menyebar ke semua negara, mau miskin dan juga maju seperti Inggris dan Amerika.

Saya perintahkan apabila masyarakat mau urus surat-surat ke kantor, suruh dia vaksin dulu. Kalo gak, gak bisa urus. Lainnya saya lakukan juga bahwa kegiatan di semua kegiatan wajib vaksin. ASN sebagai contoh.

Alhamdulillah masyarakat sadar. Amat disayangkan saat masyarakat sudah sadar untuk vaksin, vaksinnya yang tidak ada. Pengiriman (vaksin) dari provinsi tidak ada. Provinsi yang atur ke kami. Kami ada 14 Puskesmas, di setiap Puskesmas siap melakukan vaksin. Tapi saat kita ingin vaksin, vaksin yang tidak ada.

(Ketersediaan vaksin) Sempat terputus satu bulan lebih. Di bulan Juli. Saya sempat ngomong di media, saya mempertanyakan, kenapa pusat kasihnya ke provinsi, kenapa gak langsung ke kami? Swab kenapa cuma satu tempat? Kami tidak dikasih kewenangan? Di Sumatera Barat hanya ada satu tempat (swab). Hasil keluar empat hari sampai satu minggu.

Baca Juga: Komisioner KPAI Retno Listyarti: PTM Jangan Dipaksakan, SOP Harus Dipastikan Berjalan

Hasil informasi jadi terlambat. Jadinya orang postif dimakamkan secara biasa. Kami kalang kabut tracing. Saat tracing, pada gak mau karena kepercayaan terinfeksi COVID-19 adalah aib.

Kita coba berikan sosialisasi kesadaran. Kalau ada yang tidak mau swab, saya kerjasama dengan Kapolres, didatangi orang itu, harus swab. Masyarakat sama polisi takut.

Alhamdulillah meskipun vaksin masih kurang, orang positif sudah sedikit. Paling satu atau dua. Sekolah juga kalau tidak mau vaksin, tidak boleh tatap muka. Pondok pesantren juga kalo tidak mau, vaksin, saya tutup. Semua harus vaksin, karena ini perintah dari pemerintah pusat.

Di sini (Kabupaten Solok) kan jadi tempat pertemuan kalau ada orang Jakarta mau ke Medan atau ke mana, tapi Alhamdulillah karena masyarakat kami sadar, dan juga banyak petani yang dari pagi sampai sore terkena sinar matahari, jadi imunnya bagus.

Tapi saya mohon ke pemerintah pusat agar vaksin dikirim (ke Solok). Dulu sempat masyarakat saya enggan juga untuk vaksin, dikira bayar. Tapi sekarang sudah berbondong-bondong untuk vaksin karena gratis.

Kabupaten Solok terkenal memiliki wilayah berbukit-bukit, apa upaya yang Bapak Bupati lakukan agar vaksin bisa diakses semua orang termasuk para petani di sana?

Di sini tempatnya berbukit-bukit dan rumahnya jarang-jarang. Saya buatkan posko-posko untuk COVID-19. Di setiap kecamatan, di setiap Puskesmas, kantor Kepala Desa, kami siapkan tenaga kesehatan sebanyak-banyak, di tempat kerumunan, sekolah, kami sediakan tempat vaksin.

Alhamdulillah nakes kami ikhlas membantu. Alhamdulillah juga dr. Louis ditangkap (kepolisian), jadi masyarakat berfikir kalau dia (dr. Louis) memang salah. Kami kan banyak pendidikan rendah, jadi pangkat dokter, profesor dipercaya benar oleh warga.

Apakah dari awal warga Kabupaten Solok percaya bahwa penyakit COVID-19 ini ada, bukan hoaks?

Sebagian tahu, sebagian tidak percaya. Kan hidupnya jauh (dari kota). Pemerintah bilang daya imun ditingkatkan jemur badan dua jam, mereka (warga Solok) bilang minimal 8 jam kena matahari. Kalau di kota, iya di AC, kumpul-kumpul. Saya (warga Solok) tidak ada kumpul, hidup sendiri-sendiri.

Kapan puncak kasus Covid-19 di Kabupaten Solok? Dan bagaimana kondisi saat ini?

Puncaknya bulan Agustus kemarin. Sempat 20 orang (positif) dalam satu hari, 27 maksimum untuk satu kabupaten. Pernah 51 (kasus positif) karena ada klaster di mana rumah pabrik roti kerja terus, karyawan ada 150 orang.

Satu orang kena COVID-19, kita tracing, swab semua, ketahuan ada 51 orang postif. Kita tutup pabriknya, kita isolasi, Alhamdulillah berkurang. Dalam beberapa hari ini 0 kasus sekarang.

Terkini, Kabupaten Solok masuk level berapa PPKM?

Kalau tidak salah level 2. Sekarang sudah satu, sudah hijau. Tapi tetap saya galakkan prokes (protokol kesehatan).

Apakah pemerintah Kabupaten Solok tetap melakukan penyuluhan terkait bahaya COVID-19 dan anjuran vaksin? Bentuknya seperti apa?

Kami mengirimkan tim kepada sekelompok masyarakat untuk memberikan penyuluhan yang benar bagaimana bahaya corona. Apabila mereka lalai, yang teraniaya bukan diri sendiri, tapi masyarakat sekitarnya. Kami berikan pemahaman jika vaksin itu aman, mtidak ada mudharatnya. Coba cari informasi yang benar, demi masyarakat sekitar dan keluarga.

Tim kami terdiri dari tim kesehatan, polisi, ASN, dan TNI. Kalau ada yang menolak (vaksin), kami lakukan pendekatan persuasif.

Memang ada kelompok yang menolak vaksinasi di sana?

Alhamdulillah, dulu mayoritas menolak, tapi sekarang hanya per orang. Secara general tidak ada.

[embedded content]

Apakah setiap warga Solok harus memiliki aplikasi PeduliLindungi untuk masuk ke fasilitas publik?

Kami di sini kan petani. PeduliLindungi sudah kami buatkan akses merata, seperti berobat, Puskesma, buat aturan, kami ajarkan untuk pakai data ini. Kami coba sosialisasikan ini ke masyarakat tentang aplikasi ini. Ini sangat bermanfaat dan jadi kebutuhan pokok untuk keperluan umum. Kami yakin warga Solok lama-lama akan bisa memahami. Tapi mereka banyak yang tidak punya ponsel.

Kabupaten Solok berbatasan langsung dengan Kota Padang, penyumbang kasus tertinggi COVID-19 di Sumatera Barat. Apa upaya antisipasi yang Anda lakukan?

Awalnya bingung, karena kami diapit. Di Padang sudah (level) merah. Kerjasama ASN, tokoh masyarakat, TNI Polri, bisa meredakan itu. Dulunya saya pikir kita masuk zona merah juga. Ada danau juga Danau Singkarak, itu banyak dikunjungi wisatawan. Tapi Alhamdulillah, berkat kerja sama, kami aman.

Kembali ke vaksin, kapan target 100 persen masyarakat Kabupaten Solok selesai divaksinasi?

Nah itu berat saya jawabnya. Karena semua tergantung jumlah vaksin. Dan juga ada yang masih takut karena ada penyakit bawaan, ada juga hoaks yang beredar. Tukul itu kemarin juga katanya habis vaksin alami pendafahan di otak, stroke, ini juga (membuat) kaget.

Saya ke desa kemarin, warga pada bertanya. Saya memang harus getol ke semua masyarakat. Kami tolong untuk berita-berita hoaks dijaga, karena sangat berpengaruh ke masyarakat desa. Kami berusaha dalam waktu dekat, kami akan bekerja sungguh-sungguh. Tatap muka sekolah sudah mulai dua bulan lalu, maksimum 50 persen dengan prokes ketat.

Bagaimana dengan pelaksanaan vaksinasi untuk anak di Kabupaten Solok?

Kalau di atas 12 tahun sudah dipanggil remaja. SMP sudah semua. Vaksinasi usia 12 tahun ke atas sudah dimulai. Untuk antusias vaksin berdasarkan usia, tergantung. Ada juga beragam. Masih ada warga yang ragu-ragu, takut.

Tapi ada penekanan untuk SMP, ada aturan, kalo mau belajar tatap muka wajib vaksin semua, kecuali kalau ada kata dokter, yang tidak bisa divaksin.

Sekolah SMP sudah wajib vaksin, bagaimana dengan izin masuk me tempat umum di Kabupaten Solok?

Semua tempat berkerumun, saya wajibkan sudah vaksin. Pasar, tempat wisata. Kami datangi semua. Kalau mereka tidak mau vaksin dan tidak taat prokes, tutup tempat usahanya.

Alhamdulillah tidak ada kasus (penutupan) seperti itu. Cukup dengan gertak-gertak sambal.

Sanksi yang paling jelas, kalau mau urus ke kantor desa atau lurah, kami tunda dulu. Tidak boleh berurusan dengan sana.

Dengan gertakan itu, dan mengayomi dan sosialisasi tentang COVID-19 ini, pencegahannya sebelum kena ya dengan vaksin.

Dan yakinlah vaksin ini mudharatnya sedikit, Alhamdulillah banyak warga yang sadar. Ada gertakan juga, kalau tidak vaksin dari sekarang, nanti keburu bayar.

Warga pada takut. Walaupun ada juga segelintir orang yang bawa berita hoaks.

Bapak mengatakan di bantu banyak tim mulai dari ASN sampai TNI dan Polri, bagaimana dengan pemuka agama di Kabupaten Solok?

Pemuka agama juga saya gandeng. Mereka macam-macam karateristik. Ada yang fanatik, ada yang menerima, ada yang nolak. Kami hadapi mereka dengan cara sendiri. Alhamdulillah tidak banyak yang menolak vaksinasi. Paling hanya satu atau dua. Secara mayoritas, tidak ada yang frontal menolak.

Hanya saja butuh usaha keras kita. Kita sadar mereka kurang ilmu, kita yang lebih tahu, yang tugasnya menyuluhkan. Itu tugas saya dan tanggung jawab saya yang telah dipilih masyarakat.

Bagaimana dengan penerapan protokol kesehatan di tempat wisata di Kabupaten Solok? Apalagi Gubernur Sumatera Barat mencanangkan Solok menjadi destinasi wisata internasional?

Tempat kita indah. Ada danau kembar. Multikultural bagus. Gunung Talang juga mau jadi destinasi wisata. Kita akan siapkan fasilitasnya. Saya tanya ke masyarakat, siap tidak untuk patuhi prokes? Mereka jawab siap. Mereka senang sekali karena daerahnya akan segera dibangun.

0 Response to "Bupati Solok Epyardi Asda Dulu Banyak yang Menolak Vaksin Sekarang Sudah Antre"

Post a Comment